Thursday, February 18, 2010

DIARY OF A FIRED WAITRESS - FIRST YEAR - ON THE INTERNET, NOBODY KNOWS YOU'RE A DOG

oleh: Watida K.

--BELAJARLAH BERADAPTASI DENGAN SITUASI DAN HAL-HAL BARU—

Wah.. dadar gulung, ga ngejual banget niy judulnya.. gue ganti aja..

Judul baru:

--ON THE INTERNET, NOBODY KNOWS YOU’RE A DOG --


Tentunya, ga semua orang mau menikmati biji melinjo seperti itu. Banyak juga orang yang justru cepat banget give up ama rasa. Kenapa?? Yaa karena itu tadi, banyak orang yang ga mau menikmati rasa itu, dan membiarkan lidah terbiasa. Padahal tubuh kita ini luar biasa banget. Sebenarnya, kalau kita membiasakan makan sesuatu yang kita ga suka, sebut aja daun pepaya atau buah pare yang pahit, maka lama kelamaan tubuh kita akan menerima dan doyan sendiri, atau istilah londo-nya, craving ama makanan itu. Itu alami dan ilmiah. Tapi kita ga usah bahas disini yaa? Selain untuk menghindari para pembaca akan jatuh tertidur, gue juga ga punya fakta-fakta pendukung yang kuat. Secara gue bukan expert apalagi ilmuan. Plus kalau – kalau ada yang merasa nama baiknya terancam, hanya karena gue nulis opini gue, atau ungkapan hati gue. Trus gue di sue, diperkarain, terakhir dipenjara, atau disuruh bayar denda beratus-ratus juta. Dan secara duit gue ga banyak-banyak amat, plus gue ga yakin bakal ada Koin Peduli mantan waitress kayak gue.


Makanya, gue memutuskan untuk membatasi informasi yang pengen gue kasi tau ke orang banyak. Bener ga? Mending diem dan sakit perut seumur hidup, karena ga ngasi tau informasi yang kita anggap akan bermanfaat bagi kepentingan orang banyak, daripada udah cape – cape nulis dan ngasi tau, eh mala dipenjara. Belum lagi, kalo pake acara dipukulin dulu, untuk mengakui tuduhan yang ditudingkan (atau mengakui tuduhan yang dibuat - buat?). Nasib.. nasiibb.. hidup di Indonesia.. dimana hukum dan aparat hukum sudah busuk, bak ikan busuk. Mau dikasi garem untuk diasinkan, ga bisa. Mau digoreng, bakalan ancur dalam minyak. Sekali lagi.. nasiiibb... nasiiibb...


Kalau mau hidup aman di negeri ini, emang harus banyak-banyak dan sering-sering membatasi kemampuan luar biasa semua panca indera lo. Jadi misalnya, kalo lo punya kemampuan merasakan ketidakadilan, mendingan lo tulis di diary lo aja, ga usah sok nulis di internet gini kayak gue. Walopun waktu jaman kuliah dulu, pembahasan akademik tentang Internet sebagai media communication hybrid, berbeda 180° dengan kenyataan sehari-hari, yang terjadi akhir-ahir ini di tanah air tercinta. Kalo secara akademik siy.. menurut Barr (2002)[1], di salah satu tulisannya yang berjudul “The Internet and Online Communication”, dia nyebut internet itu sebagai “a beast of different kind”. Menurut gue kalimat ini adalah metaphor yang sangat tepat untuk mendefinisikan penemuan terdahsyat abad 21 ini. “A beast of different kind”, kalo menurut terjemahan bebas gue, berarti sejenis creature dengan kualitas dan karakteristik bak raksasa atau monster, namun dari spesies yang berbeda.


Kita mungkin pernah dengar kata beast muncul dalam judul film/cerita Beauty and The Beast. Tokoh Beast dalam cerita ini digambarkan sebagai mahluk setengah monster, setengah manusia. Tubuhnya adalah tubuh manusia, namun bagian wajahnya menyeramkan seperti monster atau sejenis creature yang menakutkan. Namun dibalik wajah yang menakutkan dan sosok seperti raksasa yang ganas, The Beast berhati lembut, penuh kasih dan kebaikan. Kualitas itulah yang membuatnya unik dan berbeda dari karakteristik monster atau raksasa, yang sering diasosiasikan sebagai mahluk jahat pemangsa manusia dalam dongeng – dongeng.


Bagi pak Trevor Barr, the Internet digambarkan seperti The Beast, yang mempunyai dua sisi kepribadian yang unik dan berbeda dari jenisnya. Menurutnya, the Internet merupakan suatu sistem informasi, dimana orang-orang menggunakannya untuk mencari informasi melalui search engine. Secara bersamaan juga, Internet adalah medium dimana orang dapat mengkaryakan dirinya sesuai dengan kapasitas masing-masing dan mendistribusikan karya tersebut melalui platform World Wide Web (WWW). Karakter inilah yang kadang kala dipandang sebagai sisi Internet yang bersifat monstrous The Beast. Mengapa demikian? Sebelum menjawab hal di atas, gue pengen berbagi opini, tentang mengapa Internet menjadi trend dan fenomena terbesar abad 21?


Jawabannya adalah Internet membuka peluang mewujudkan apa yang sebelumnya terasa tidak mungkin terjadi dan dilakukan, menjadi kenyataan. Internet membuka peluang bagi setiap orang untuk menjadi the creator (pencipta), the producer (pembuat), the author (penulis), person responsible or person behind (penanggung jawab/pengarah/pengatur), sekaligus menjadi the audience (penonton), the receiver (penerima informasi). Konsep dan praktik pluralisme Internet, didefinisikan sebagai suatu proses yang menghasilkan berbagai macam opini/ide/kreativitas/ilmu dan informasi, dari berbagai dan bermacam sumber. Kondisi yang seakan – akan membebaskan semua orang, siapa saja, untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan inilah, yang dianggap sebagai “ancaman”, “bahaya”, bagi terwujudnya manusia “tertib aturan” dan “taat hukum”. Namun aturan siapa dan hukum siapa? Ini yang mesti di highlight.


Flew (2002) dalam bukunya New Media: an Introduction [2] menjelaskan bahwa perkembangan terpenting kedua dari Internet, setelah packet switching, adalah perkembangan suatu set networking protocol yang universal, yang memungkinkan para researchers diberbagai local area networks (LANs) saling berkomunikasi satu sama lain, melalui koneksi internal LANs ke wide area network (WAN). Protokol inti dari Internet disebut Transmission Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP), yang berperan penting dalam internetworking, yaitu sebagai penghubung berbagai jenis networking yang berbeda dan berbagai sistem komputer. Dengan kata lain, TCP/IP menjadi language atau “Bahasa Nasional” atau “Bahasa Pemersatu” Internet, yang memungkinkan terjadinya lintas komunikasi antar network atau cross-network communication bagi hampir semua jenis komputer (Apples, PCs, Mainframes) dan network (lokal atau nasional). Dengan kata lain lagi, TCP/IP inilah yang menjadikan Internet sebagai suatu medium komunikasi global bagi penggunanya, dimana semua komputer dan network dapat saling berkomunikasi dalam bahasa yang sama. Karena rancangan TCP/IP ini dipublikasikan open standard, artinya model atau prototype nya disediakan untuk umum atau tidak dimiliki oleh perusahaan apapun, maka karakteristik terpenting yang dihasilkan dari Internet adalah komunikasi hybrid yang bersifat global dan bebas, serta tersedia bagi siapa saja yang dapat mengaksesnya.


Hakekat Internet sebagai medium yang unimpeded atau unrestricted dalam dunia informasi, merupakan perbedaan mendasar Internet dengan media lain seperti televisi, radio, koran, majalah dan lain sebagainya. Karena dengan begitu, tidak seorangpun berkuasa untuk mengontrol isi/informasinya (termasuk bagaimana, kapan, dan dimana menyampaikannya) karena tidak seorangpun punya hak kepemilikan/owenership Internet (Nobody can control the Internet because nobody owns the Internet). Karena sifat ini pula, pada hakikatnya, semua orang memiliki kesempatan yang sama, dalam menyampaikan informasi, dalam berkomunikasi, beropini, berkarya, dan menciptakan identitas dirinya sendiri. Contoh: ngakunya perempuan, padahal laki – laki ; ngaku pria single umur 25 tahun, padahal: married, 2 kids, and 35 years old ; umur masih 15 tahun, ngaku – ngaku udah 18 tahun (kalo ga ngaku – ngaku mana bisa punya email, apalagi sampai facebook – an? Bah!), etc. etc.


“On the Internet, Nobody Knows You’re a Dog”

--Peter Steiner--


Sayangnya, ada segelintir orang yang tidak memahami atau tidak ingin memahami karakteristik terpenting internet ini (i.e. kebebasan menyampaikan informasi, kebebasan berkomunikasi, kebebasan berpendapat, kebebasan mengeluarkan ide, berkreasi, berinovasi, dan kebebasan menjadi apapun yang kita inginkan). Kebebasan berbicara dinegara yang mengagung-ngagungkan demokrasi ini, dan tidak memfavoritkan bentuk-bentuk pemerintahan orde lama, ternyata bukan untuk semua orang. Di negara ini, lo bebas mengeluarkan pendapat selama lo setuju ama pendapat penguasa. Ironis, setelah bertahun-tahun kita memproklamirkan kemerdekaan dari bangsa-bangsa yang kita anggap penjajah yang kejam (portugis, belanda, jepang, you name it. Eh, itu udah semua ya?? Hihiho..) ternyata kita masih terjajah oleh penguasa-penguasa baru. Yang merasa penguasa harap jangan tersinggung, tapi kalo udah terlanjur tersinggung... derita lo!


Okok, gue mau mengakhiri bagian ini, tapi gue mau nyambung-nyambungin dulu ama statement gue di atas tentang makan biji melinjo dengan judul bagian ini, BELAJAR BERADAPTASI... blablabla, plus bahasan tentang internet dan free speech.. Setelah gue baca-baca lagi, kok ga nyambung yaa... hahahaha. Tapi rugi dong kalo gue apus, gue udah ngetik panjang-panjang ini. Yaa udah gue sambung-sambungin aja yaa... toh emang kebanyakan orang Indonesia suka nyambung-nyambungin masalah yang ga nyambung, dan nyari-nyari alesan untuk merasionalisasikan tindakannya. Naa berikut ini, adalah rasionalisasi dari tulisan gue di atas. Untuk dapat menikmati biji melinjo, setiap orang harus belajar beradaptasi dengan rasanya. Namun sekali lagi, kebanyakan orang begitu cepat give up sama yang namanya rasa. Rasa kasih, rasa peduli, rasa sungkan, rasa malu, rasa bersalah, rasain lo! :- D. Kebanyakan orang yang tidak mau belajar beradaptasi dengan situasi dan hal baru adalah orang-orang yang sangat mengutamakan kepentingannya saja atau kepentingan kelompoknya saja. Hal ini sebenarnya lumrah saja kalau ditempatkan pada situasi dan kondisi yang sesuai tempatnya. Lo masi ngerasa ga nyambung?? Yaa derita lo!


I disapprove of what you have to say, but I will defend, to the death, you’re right to say it.”

--Voltaire, The Friend of Voltaire (1906).


“Freedom of speech is for everyone, not just those who agree with you.”

--On a guy t-shirt I saw a couple of years ago back in uni.




[1] Barr, Trevor (2002) “The Internet and Online Communication,” in Stuart Cunningham and Graeme Turner (eds) The Media & Communications in Australia, Allen & Unwin, Crows Nest, pp. 244 – 257, p.244.

[2] Flew, Terry (2002) New Media: an Introduction, Oxford University Press, South Melbourne.

DIARY OF A FIRED WAITRESS - FIRST YEAR - LDR

oleh: Watida K.

CHAPTER I: FIRST YEAR

--LDR – Long Distance Relationship--


Menjadi mahasiswa tahun pertama di perguruan tinggi, adalah pengalaman yang penuh perasaan campuraduk. Apalagi bagi yang baru-baru aja lulus SMU. Semakin campuraduk lagi, kalau ini pertama kalinya sekolah di luar daerah atau luar negeri, yang jauh dari orang tua, kakak adek, om tante, kakek nenek beserta famili-famili yang lain. Plus jauh dari teman-teman segank, juga teman-teman gaul. Untungnya kalau gak punya pacar (Gak punya pacar kok untung ya?? Namanya orang Indonesia, biar susah juga tetap aja untung), list prasaan campuraduknya berkurang satu. Kalo punya pacar di Indo trus kamunya sekolah diluar negri, kan susah kalo kangeun gada yang dicipok dan dipeluk. Trus juga gada yang bisa disuruh jadi supir buat ke salon, mall, dan tempat-tempat gaul lain (yang ini siy khusus buat cewe-cewe). Plus lagi, gada tempat buat dicurhatin or a shoulder to cry on kalo lagi seubeul ama kakak, adek, bapak, ibu, BFF (Best Friend Forever), dan tukang jual minyak (abis harga minyak naik mulu.. bah!!). Intinya, ga enak dey kalo pacaran jarak jauh. Yang pasti, berat di ongkos kalo mau ketemuan. Buntut-buntutnya jadi garing, trus brantem, capee deeyy.


Kalo ga telpon sehari aja.. udah mikirnya yang ganjil-ganjil, kayak.. kenapa yaa gak telpon, gak kangen apa? Masa siy sibuk banget sampe lupain aku, padahal aku udah nungguin telponnya seharian. (Yah.. salahnya kamyu, emang gak ada kerjaan lain, selain nungguin telpon seharian?) Trus kalo ditelpon gak diangkat-angkat, pasti bawaannya curiga. Miskolnya aja ampe 10 kali… (Miskol doang, biar ditelpon balik, pacaran kok ga modal :-P). Padahal, mungkin aja pacar lo lagi di kelas, ada kuliyah or lecture and tutorial (istilah londonya). Ato kali aja lagi diwese, kencing, berak, ato bedakan (khusus buat yang cewe niy.., tapi kalo cowo juga mo bedakan diwese, monggo lho..hihiho). Yang paling annoying lagi, kalo sms gak dibales. Biasanya bakalan disms lagi:

Versi Dangdut/Jayus/Ngga banget/Versi.. Ah cape dey:

“bubz, sms aku kok g dibls? Td jg aku miskol 10X g tlp blk? Knp? Km mrh ya ma aku? Slh aku apa? Maafin ya kl aku ada slh ma km. Tp jgn diemin aku dong. Pls tlp aku ya ato bls smsku. Love you, hun.”

Versi Nospace/Ngirit (Harus ngepas 160 karakter)

“yangtdkutlptpgadiangktsmsjggadibls2kukuatirkmknp2plsblsyaklkmdahbacasmsinikukgnbgtmakmsygiloveubeib”

(Yaahh pantes aja dia gak bales sms kamyu, dia gak ngerti kali, kamyu ngomong apa. Good luck dey buat yang pacarnya kalo kirim sms versi nospace.)

Versi Hurup Besar Kecil (Very very annoying, by the way)

“YaNg Lg NgApAin SiH? KoK tLpKu dRTd gA aNgKAt2 SiH? aKu CaPe tLP Km DrTd. Km KoK Gt siH? SmSKu Jg GaK DiBLs. KM KNP SiH? Kl MRh Blg aJa, Tp JgN CueKiN aKu DoNg. Kl Km Ga Mau aKu tLP/sMs Lg, BiLaNg aJa. Tp aKu MsH SYg Km. PLs JgN TiNggaLin aKu. I LoVe U fOReVeR.

(Aduuh liatnya aja udah sakit mata, apalagi bacanya. Pake hurup biasa aja kenapa siy. Bisa – bias bintilan tuh mata, karna hurufnya gak netap gitu.)


Perasaan campur aduknya niy, kalau dibuat sayur.. jadi sayur asem kali yaa.. kenapa?? Karna, sayur asem, walopun namanya sayur asem, rasanya bermacem-macem, secara campurannya kan macem-macem juga. Rasa asemnya.. pastinya dari asem laa yaa.. trus ada rasa manis-manisnya dikit, yang asalnya either dari jagung manisnya atau gula yang biasanya ditambahin dikit buat penyedap rasa. Ga asik kayaknya kalo sayur asem ga ada manisnya dikit. Naa rasa pahitnya.. asalnya dari biji melinjo.. ga pahit-pahit ama siy.. pas awal digigit doang.. tapi, lama-lama jadi enak kok kalo dinikmatin, dan diselingi dengan menghirup kuahnya yang asem manis itu (setidaknya, itu menurut gue). Terakhir dan yang paling penting adalah rasa asin. Semua makanan kalo ga pake garem, pasti hambar dan ga asik. Makanya, dalam dunia masak dimanapun dibelahan dunia ini... garam adalah ingredient yang terpenting.


Kesimpulannya.. dalam menjalani hidup ini, apa aja itu bentuknya, perasaan campuraduk kayak sayur asem tadi adalah hal yang biasa. Harus dinikmati seperti memakan biji melinjo yang awalnya pahit, tapi lama-lama terasa enak.